GuidePedia

0
LAMPUNG dikenal dengan sebutan “Sai Bumi Khua Jukhai”, secara Bahasa artinya Satu Bumi Dua Cabang. Sedangkan berdasarkan Makna yaitu “Sai Bumi (satu Bumi)” bermakna suku bangsa yang mendiami satu wilayah yang berasal dari keturunan yang sama, dan “Khua Jukhai (Dua Cabang)” bermakna dua jenis adat istiadat yang dikenal di masyarakat.

Dari semboyan diatas kita mengenal dua adat istiadat yang ada di masyarakat Lampung yaitu Sai Batin dan Pepadun. “Sai Batin” berarti Satu Penguasa (Raja) sedangkan “Pepadun” berarti Tempat Duduk Penobatan Penguasa.

Dalam tata cara masyarakat Lampung Pepadun, pernikahan bisa di lakukan dalam dua cara yaitu cara pernikahan biasa (yang berlaku secara umum) atau pernikahan semanda yaitu pihak laki-laki tidak membayar uang jujur tetapi suami & anak-anaknya kelak akan menjadi anggota keluarga garis istri. Dengan demikian ketika ayah si istri meninggal, sang menantu dapat menggantikan kedudukan mertuanya sebagai kepala keluarga. Hal ini bisa terjadi disebabkan karena sang istri adalah anak tunggal dalam keluarganya atau alasan lainnya. Secara prinsip, masyarakat Lampung mengikuti garis keturunan patrilinier.

Untuk lebih mengenal kebudayaan masyarakat lampung pepadun, terutama mengenai tata cara adat perkawinannya, berikut akan dijelaskan rangkaian prosesi adat pernikahannya yang memiliki keunikan tersendiri dibanding daerah lain.
  1. Nindai/ Nyubuk
    Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria akan meneliti atau menilai apakah calon istri anaknya. Yang dinilai adalah dari segi fisik & perilaku sang gadis. Pada Zaman dulu saat upacara begawei (cacak pepadun) akan dilakuakn acara cangget pilangan yaitu sang gadis diwajibkan mengenakan pakaian adat & keluarga calon pengantin pria akan melakuakn nyubuk / nindai yang diadakan dibalai adat.
  2. Be Ulih – ulihan (bertanya)
    Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria berkenan terhadap sang gadis maka calon pengantin pria akan mengajukan pertanyaan apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau belum, termasuk bagaimana dengan bebet, bobot, bibitnya. Jika dirasakan sudah cocok maka keduanya akan melakukan proses pendekatan lebih lanjut.
  3. Bekado
    Yaitu proses dimana keluarga calon pengantin pria pada hari yang telah disepakati mendatangi kediaman calon pengantin wanita sambil membawa berbagai jenis makanan & minuman untuk mengutarakan isi hati & keinginan pihak keluarga.
  4. Nunang (melamar)
    Pada hari yang disepakati kedua belah pihak, calon pengantin pria datang melamar dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa makanan, aneka macam kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh ugay cambia (sirih pinang). Jumlah dalam satu macam barang bawaan akan disesuaikan dengan status calon pengantin pria berdasarkan tingkatan marga(bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan suku (berniali 6). Dalam kunjungan ini akan disampaikan maksud keluarga untuk meminang anak gadis tersebut.
  5. Nyirok (ngikat)
    Acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya dengan acara lamaran. Biasanya calon pengantin pria akan memberikan tanda pengikat atau hadiah istimewa kepada gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung sarat atau barang lainnya. Hal ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya akan terjalin diantara dua insan tersebut.
    Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon pengantin pria mengikat pinggang sang gadis dengan benang lutan (benang yang terbuat dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu meter. Hal ini dimaksudkan agar perjodohan kedua insane ini dijauhkan dari segala penghalang.
  6. Menjeu ( Berunding)
    Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang tua calon pengantin wanita untuk berunding mencapai kesepakatan bersama mengenai hal yang berhubungan denagn besarnya uang jujur, mas kawin, adat yang nantinya akan digunakan, sekaligus menentukan tempat acara akad nikah dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung, akad nikah biasa dilaksanakan di kediaman pengantin pria.
  7. Sesimburan (dimandikan)
    Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan arak-arakan dimana calon pengantin wanita akan di payungi dengan paying gober & diiringi dengan tabuh-tabuhan dan talo lunik. Calon pengantin wanita bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu mandi bersam sambil saling menyimbur air yang disebut sesimburan sebagai tanda permainan terakhirnya sekaligus menolak bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah.
  8. Betanges (mandi uap)
    Yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun sampai mendidih lalu diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon pengantin wanita. Dia akan dilingkari atau ditutupi dengan tikar pandan selama 15-25 menit lalu atasnya ditutup dengan tampah atau kain. Dengan demikian uap dari aroma tersebut akan menyebar keseluruh tubuh sang gadis agar pada saat menjadi pengantin akan berbau harum dan tidak mengeluarkan banyak keringat.
  9. Berparas (cukuran)
    Setelah bertanges selesai selanjutnya dilakukan acra berparas yaitu menghilangkan bulu-bulu halus & membentuk alis agar sang gadis terlihat cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias untuk membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita. Pada malam harinya dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-kuku agar penampilan calon pengantin semakin menarik pada keesokan harinya.
  10. Upacara Akad Nikah
    Walau menurut adat, akad nikah dilakukan di kediaman pengantin pria tetapi sesuai perkembangan Zaman dan kesepakatan keluarga, akad nikah banyak dilakukan di rumah pengantin wanita. Rombongan pengantin pria dan pengantin wanita akan diwakili oleh utusan yang disebut Pembareb. Kedua rombongan ini akan disekat atau di halangi oleh appeng (selembar kain sebagai rintangan yang harus di lalui).
    Jika sudah terjadi Tanya jawab antar pembareb, pembareb pihak pria akan memotong appeng dengan alat terapang dan kemudian masuk kedalam rumah dengan membawa barang seserahan berupa dodol, urai cambai (sirih pinang), juadah balak (lapis legit), aneka kue dan Uang adat. Lalu akad nikah pun dilakukan dan kedua pengantin menyembah sujud pada orang tua.
  11. Upacara Ngurukken Majeu / Ngekuruk
    Hal yang tak kalah menarik dalam rangkaian upacara adat perkawinan masyarakat lampung Pepadun adalah upacara adat ngurukken majeu yaitu saat pengantin wanita secara resmi akan dibawa ke rumah pengantin laki-laki dengan naik rato yaitu kereta beroda empat atau ditandu. Pengantin laki-laki berada di belakang dibagian depan sambil memegang tombak. Sampai di rumah pengantin pria, mereka akan disambut dengan tabuh-tabuhan dan seorang ibu akan menaburkan beras kunyit dan uang logam. Di depan rumah juga tersedia pasu yaitu wadah dari tanah liat berisi air dan tujuh jenis kembang sebagai lambing agar dalam rumah tangga keduanya dapat berdingin hati.
Selanjutnya kedua kaki pengantin wanita akan di celupkan dalam wadah tersebut lalu kedua mempelai didudukan dengan kaki suami menindih kaki istrinya sebagai lambang agar istri berlaku patuh pada suaminya. Lalu ibu pengantin laki-laki menyuapi keduanya dengan nasi campur dan memberi minum lalu kedua mempelai saling memeakan sirih.

Setelah itu dilakukan upacara pemberian gelar denga menekan telunjuk tangan secara bergantian. Sesudahnya kedua pengantin akan menaburkan kacang goreng dan aneka permen kepada gadis-gadis lajang agar mereka segera mendapatkan jodoh. Mereka juga akan saling berebut lauk-pauk, terutama dengan anak-anak kecil. Maknanya agar keduanya segera memiliki keturunan.

Post a Comment

 
Top