GuidePedia

0
Ruang Belajar Ambruk
SETIAP warga negara mempunyai hak yang sama memperoleh pendidikan bermutu. Mutu itu bisa ditingkatkan bila didukung sarana dan prasarana pendidikan, seperti gedung sekolah yang memadai.

Masih banyak gedung sekolah yang rusak dan tidak layak untuk kegiatan belajar-mengajar. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional 2011, terdapat 899.016 ruang kelas SD, tapi sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, terdapat 298.268 ruang kelas, tapi 125.320 (42%) ruang kelas dalam kondisi rusak. Provinsi Lampung menduduki peringkat ketiga dari 10 daerah yang memiliki kelas rusak, yakni terdapat 911 kelas SD dan SMP yang rusak parah.

Tidak sedikit dana yang sudah dikucurkan Pemerintah Pusat untuk memperbaiki kelas rusak. Bahkan, pada 2011, pemerintah berharap tidak ada lagi ruang kelas dan ruang belajar SD dan SMP rusak berat pada 2013. Karena itu, pada 2012 pemerintah mengucurkan dana rehabilitasi sekolah Rp20,4 triliun.

Harapan pemerintah itu jauh panggang dari api, tidak terwujud. Pada tahun ini masih ada kelas dan ruang belajar rusak parah di Lampung. Rusak karena gedung dibangun asal jadi. Tragisnya, gedung sekolah roboh sesaat setelah kontraktor lepas tanggung jawab.

Meskipun sudah melepas tanggung jawab, ternyata kejaksaan masih mengusut keterlibatan kontraktor terkait sekolah roboh di Lampung Timur. Kejaksaan Negeri Sukadana saat ini menyelidiki robohnya dua ruang kelas gedung SMA Negeri 1 Gunungpelindung. Dua ruang kelas itu dibangun menggunakan dana alokasi khusus (DAK) 2012 sekitar Rp187 juta. Sangatlah mustahil bila bangunan yang dikerjakan CV Bumi Agung itu roboh semata karena tiupan angin. Patut diduga kualitas bangunan buruk.

Sebelumnya, gedung SDN 3 Srimenanti, Tanjungraja, Lampung Utara, juga roboh setelah delapan bulan direnovasi menggunakan DAK 2011. Uniknya, meskipun sudah sempat digunakan untuk kegiatan belajar-mengajar, tiga unit gedung yang dibangun November 2011 itu belum diserahterimakan kepada pihak sekolah.

Berapa pun besar DAK yang dikucurkan pemerintah pasti tidak cukup untuk merehabilitasi gedung sekolah. Sebab, DAK itu dikorupsi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang pekan ini menyidangkan penyelewengan DAK 2011 untuk rehabilitasi 129 gedung sekolah di Lampung Utara.

Ada dua persoalan mendasar dalam kasus sekolah roboh. Pertama, kualitas bangunan sengaja dikorbankan karena uangnya dipakai untuk memperkaya diri alias korupsi.
Kedua, pengawasan penggunaan anggaran masih sangat lemah. Itu artinya, pengawasan melekat dalam pemerintahan sangat longgar. Mestinya, pembangunan gedung sekolah melewati pengawasan berlapis.

Tidak ada kata terlambat. Masyarakat Lampung harus berani melakukan pengawasan atas pembangunan gedung sekolah. Anak-anak sekolah akan menjadi korban sia-sia bila gedung roboh saat pelajaran berlangsung. Sungguh ironis, peningkatan anggaran pendidikan tidak mampu membereskan persoalan pendidikan yang masih karut-marut, dan ruang belajar pun ambruk.

Post a Comment

 
Top