Mengenal Teluk Betung, Jejak Pelabuhan Lampung
LAMPUNG - Tak terasa sejak meninggalkan Pulau Weh delapan hari
lalu, kami tiba di provinsi paling ujung timur Pulau Sumatera, Bandar
Lampung, Jumat (27/9/2013). Dari catatan perjalanan, rupanya kami sudah
berkendara sejauh 2.668.9 kilometer. Letih sudah pasti. Namun, semangat
kami untuk melanjutkan perjalanan sampai ujung timur Indonesia, Merauke,
masih menggebu.
Seperti halnya di Sumatera, kami yakin masih akan banyak lagi pengalaman
baru yang akan didapat. Indonesia kaya dengan keanekaragaman budaya.
Keindahan panoramanya yang tiada tara selalu menghibur di sepanjang
perjalanan. Sejarah kota yang kami lalui juga menjadi daya tarik
tersendiri.
Perjalanan ke Lampung dari Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu,
Sumatera Selatan, hanya berjarak 213,4 kilometer. Namun, ini bukan
perjalanan yang mulus. Kami dituntut waspada dan harus ekstra hati-hati
karena jalur ini cukup rawan akibat sejumlah ruas jalan tambal sulam dan
berlubang, seperti di Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Selain
itu, truk bertonase besar juga melintas di Banjar Jaya hingga ke
Tegineneng, Lampung Tengah, sampai tiba di Bandar Lampung.
Saat tiba di Bandar Lampung, entah mengapa ada perasaan kuat yang
”mengajak” kami untuk singgah di Teluk Betung. Mobil kami kemudian
meluncur ke areal Gudang Lelang, yaitu melewati jalan menuju pelabuhan
nelayan Teluk Betung, yang menjadi salah satu legenda kemajuan ekonomi
Lampung. Dari alat pengukur suhu yang ada di mobil, suhu udara mencapai
34 derajat celsius.
Kami kemudian berjalan melalui jalan di pasar ikan yang relatif bersih
dan tidak becek sebelum akhirnya tiba di tepi pantai, tempat
perahu-perahu nelayan berlabuh. Di sini ramai pedagang yang menjual
aneka penganan olahan hasil laut. Mereka adu untung menyajikan penganan
otak-otak, pempek, atau bakwan kepiting dan udang. Berjalan mendekati
laut, barang yang dijajakan berganti berbagai jenis ikan, cumi-cumi,
udang, dan kerang segar.
Pelabuhan tersebut mulai ramai oleh pendatang dari sejumlah daerah sejak
tahun 1839. Tidak hanya sebagai pelabuhan nelayan, kawasan itu juga
menjadi tempat bersandar kapal-kapal pengangkut komoditas dari Bugis,
Jawa, Aceh, dan Palembang. Kini, pelabuhan untuk barang pindah ke
Pelabuhan Panjang, yang berjarak sekitar lima kilometer dari Gudang
Lelang.
Sebutan Gudang Lelang kemudian muncul karena aktivitas lelang ikan para
nelayan dan pembuatan tempat pelelangan ikan oleh pemerintah setempat
tahun 2012. Lokasi Gudang Lelang tepat di dermaga kapal nelayan.
Sebagian besar nelayan dan pedagang datang dari Jawa. Mereka datang
dengan harapan mengubah nasib.
Keberadaan pelabuhan tua tersebut tercatat dalam sejarah pembangunan
Masjid Jami al-Anwar, salah satu masjid tua di Lampung. Masjid ini
pertama kali dibangun pada tahun 1839. Masjid yang berjarak sekitar satu
kilometer dari Gudang Lelang ini didirikan oleh umat Islam yang masuk
ke Lampung bersamaan dengan sektor perdagangan yang mengalami kemajuan
melalui Teluk Betung.
Post a Comment