PANTAI CANTI, GUNUNG RAJABASA, KALIANDA LAMPUNG
BERBEDA dengan pantai lain yang biasanya
berhawa panas, Pantai Canti dikaruniai hawa yang sejuk. Pantai indah dan
alami di kawasan desa yang luasnya sekitar 620 hektar ini terletak 12
kilometer dari Kalianda, ibu kota Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi
Lampung. Di sini terdapat sebuah tempat wisata atau rekreasi pantai yang
masih jernih seluas 1,5 hektar. Juga ada kawasan pelabuhan rakyat yang
biasa digunakan sebagai gerbang dari dan ke obyek wisata Gunung Krakatau
atau tur kawasan Teluk Lampung.
Baik sebagai pelabuhan, dan terutama
sebagai tempat wisata, Canti menyimpan daya tarik alami yang jika ditata
dapat menjadi eksotik. Laut yang biru, jernih, dan tenang memberikan
rasa teduh. Tempat wisata pantai ini menyuguhkan ombak beriak kecil pada
saat air pasang. Sebaliknya, saat surut, di garis pantai sepanjang
sekitar 200 meter itu terhampar pasir nan bersih. Pengunjung bisa
mengumpulkan batu koral atau kulit siput untuk koleksi.
Pantai ini landai, dan biasanya juga
digunakan pengunjung untuk berenang. Pengunjung dapat berenang sepuas-
puasnya karena airnya jernih, bersih, dan belum terkontaminasi oleh
sampah rumah tangga atau sampah lainnya. Di darat tumbuh pohon-pohon
yang rindang. Daratan ini bertekstur dataran tinggi yang lebarnya
berkisar 25-50 meter dari bibir pantai, selebihnya berupa bukit-bukit
kecil. Sebuah palung sungai kecil yang ditumbuhi rumput dan pepohonan
hijau dan rindang membelah dua bukit. Pada bagian tepi palung itu
dibangun tiga kamar kecil baru tanpa atap dan sangat sederhana. Tak jauh
dari kamar kecil itu ada dua kamar mandi yang reyot, tetapi airnya
dingin karena mata airnya berasal dari perbukitan. Tidak ada fasilitas
lain lagi di sana, kecuali beberapa tempat duduk yang juga sudah mulai
rusak.
Sebenarnya,
pada 1980-an sudah disediakan kolam renang yang letaknya tak jauh dari
bangunan kamar mandi yang sudah reyot itu. Sekarang kolam itu telah
rusak, ditumbuhi rumput-rumput liar.
Di barat palung terdapat goa alam.
Orang-orang Canti atau masyarakat Lampung pesisir di Canti menyebutnya
Goa Sawung (artinya kurang lebih lubang). Pengunjung tempat wisata ini
biasanya suka masuk ke goa untuk melihat stalaktit dan stalagmit.
Setiap kali hujan turun, terutama pada
saat air surut, goa ini menjadi tempat berteduh yang bisa menaungi
ratusan pengunjung. Sebab, di kawasan wisata ini tidak ada pondok-pondok
yang dapat digunakan sebagai tempat berteduh, kecuali di rumah-rumah
penduduk sekitarnya. Kalau air laut pasang seluruh goa ini akan terisi
air laut, sehingga nyaris tidak ada celah buat tempat berteduh.
TIGA mil laut di depan Pantai Canti, ada
tiga pulau kecil yang dikenal dengan nama Pulau Tiga. Perairan sekitar
tiga pulau itu hingga ke tepi Pantai Canti amat jernih dan bersih.
Wisatawan yang hendak tur ke Kepulauan Krakatau melintasi perairan ini.
Sebagai gerbang ke Kepulauan Krakatau (Pulau Sertung, Pulau Rakata, dan
Pulau Panjang), di pelabuhan tersedia beberapa perahu sewaan. Sewa
perahu khusus untuk tur ke kepulauan yang merupakan sisa dari gunung
berapi Krakatau purba itu berkisar Rp 500.000-Rp 750.000 per hari. Dari
Canti, gugusan kepulauan Gunung Krakatau dicapai dalam tiga jam.
Tempat wisata Canti adalah milik
perseorangan, yakni milik Zahri Raja Besar (59), mantan kepala desa yang
pernah dua kali memimpin Canti antara tahun 1967-1969 dan 1979-1984.
Pada masa kepemimpinannya yang kedua kali tahun 1981, Canti menjadi desa
teladan tingkat nasional.
Sehari-hari tempat wisata ini dijaga
keluarga Hidayat, adik kandung Zahri. Setiap pengunjung dipungut tiket
Rp 2.000, sepeda motor Rp 2.000, dan mobil Rp 5.000. Tentu saja, para
pengunjung harus membawa bekal sendiri bila berekreasi ke lokasi wisata
itu.
Menurut Zahri dan Hidayat, tempat wisata ini hanya ramai dikunjungi pada hari libur atau hari Minggu. Pada hari- hari lainnya tempat ini hanya dikunjungi para remaja untuk pacaran. “Kalau ada pengunjung, ya… paling banyak 100 orang,” kata Hidayat. Zahri mengatakan, tanah seluas 1,5 hektar yang kini dijadikan tempat wisata itu merupakan tanah warisan orangtuanya. Dia membukanya menjadi tempat wisata untuk umum pada tahun 1979, saat dia kedua kalinya terpilih menjadi Kepala Desa Canti.
Udara di Pantai Canti sejuk pada siang
hari, dan cenderung dingin pada malam hari. Bila hujan turun, terutama
pada musim penghujan seperti sekarang ini, udara siang hari juga relatif
dingin. Selain merupakan desa yang terletak di tepi pantai, Canti juga
berada di kaki Gunung Rajabasa yang legendaris itu. Di kaki gunung ini
juga terdapat pos pengamat atau pemantau aktivitas letusan Gunung
Krakatau. Daerah sekitar kaki gunung ini dahulu terkenal sebagai sentra
tanaman cengkeh utama di Lampung. Selain itu juga dikenal sebagai
penghasil kopra. Kawasan ini menjadi sangat subur karena telah
“disirami” debu Gunung Krakatau yang meletus pada 26-27 Agustus 1887.
Menurut Zahri, rakyat Canti waktu itu
makmur dan kaya raya. “Daerah sekitar Gunung Rajabasa memang relatif
makmur. Tetapi itu nostalgia. Sekarang rakyat miskin. Di hari tua saya
hanya memikirkan bagaimana menjadikan Canti ini sebagai tempat wisata
alam pantai yang menarik,” katanya. Zahri memiliki lahan seluas sekitar
empat hektar di Canti. Pulau Tiga yang berada di depan Pantai Canti,
yang dengan jelas terlihat dari tempat wisata miliknya tadi, juga
diklaim Zahri sebagai miliknya.
Guna mewujudkan impiannya, Zahri
membangun sebuah kolam renang, lokasinya 300 meter dari tempat wisata ke
arah kaki Gunung Rajabasa. Di tepi kolam dia membangun penginapan
berlantai tiga dengan enam kamar. Namun, akibat kesulitan dana, kolam
renang dan penginapannya kurang terawat. Sebagai desa berhawa sejuk dan
dingin di tepi pantai, Canti memang pantas ditata menjadi tempat wisata
untuk menarik wisatawan. “Sayangnya banyak uang untuk pembangunan
pariwisata hanya lari ke Jawa dan Bali,” kata Zahri.
JALAN menuju Canti beraspal mulus dan
nyaris tidak ada kerusakan, dengan lebar badan jalan sekitar empat
meter. Jarak antara Kalianda-Canti sekitar 12 kilometer, atau 77
kilometer dari Bandar Lampung, dan 35 kilometer dari Pelabuhan
Bakauheni. Ruas jalan Kalianda-Canti berkelok-kelok. Sepanjang jalan
padat dengan rumah penduduk dari etnis Jawa, Lampung, Sunda, atau
Banten. Sebelum tiba di Canti, pengunjung akan melewati perkampungan
penduduk Desa Maja dan Rajabasa. Tiga desa ini berada di wilayah
Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan.
Jika membawa kendaraan, sebaiknya melaju
pelan karena hewan piaraan berkeliaran dan banyak anak bermain-main di
jalan antara Kalinda-Canti. Di sepanjang jalan penduduk menjajakan
buah-buahan seperti pisang, jeruk, dan durian jika sedang musimnya. Di
beberapa tempat anak-anak menjual ikan segar hasil tangkapan orangtua
mereka. Selain itu, di sepanjang jalan 12 kilometer tersebut bertebaran
tempat-tempat pembibitan udang milik warga, di samping milik pemodal
dari Jakarta. Kawasan ini merupakan sentra usaha benur udang milik
rakyat.
Jika tidak menggunakan kendaraan pribadi,
pengunjung umumnya datang ke Canti dengan mencarter bus atau mikrolet.
Perjalanan dari Kalianda membutuhkan waktu 10-15 menit. Namun sayang, di
kawasan ini tidak tersedia tempat parkir yang memadai jika rombongan
pengunjung datang dengan menggunakan bus. Jika berkunjung ke Canti
jangan lupa pula membawa bekal secukupnya. Sebagai sebuah desa yang
relatif belum terlalu maju, di sini tidak tersedia kios yang bisa
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pengunjung. “Kalau ke Canti, ibaratnya siap
payung sebelum hujan,” kata Hidayat. Pengunjung yang ke Canti selama
ini umumnya kawula muda. Tempat ini sangat ideal bagi kaum muda yang
suka “mojok”. Mereka biasanya datang dengan sepeda motor pribadi, atau
ojek sepeda motor dengan ongkos antara Rp 5.000-Rp 10.000 per sekali
jalan.
Menurut para pengunjung, Pantai Canti
amat berbeda dengan pantai-pantai lain di Teluk Lampung karena udaranya
yang sejuk dan bahkan cenderung dingin. Bagi wisatawan dari Jakarta dan
sekitarnya, jika tidak membawa kendaraan dapat menyewa kendaraan yang
tersedia di Bakauheni. Perjalanan bisa melewati Kalianda dengan jarak 35
kilometer, namun lebih singkat jika melewati Palas dan mengitari Gunung
Rajabasa. Sedangkan jika datang dari utara, terutama dari Bandar
Lampung, dapat menggunakan bus reguler trayek Terminal Induk Rajabasa
(Bandar Lampung)-Kalianda (Lampung Selatan). Tarif angkutan umum (bus)
di lintas itu berkisar Rp 8.000-Rp 15.000, tergantung jenis busnya.
Post a Comment