Sang Bumi Ruwa Jurai
Sang Bumi Ruwa Jurai’ berarti satu tanah terdiri dua turunan atau terbagi dalam dua lingkungan masyarakat adat yaitu :
1. Masyarakat adat Sai Batin
2. Masyarakat adat Pepadun.
2. Masyarakat adat Pepadun.
Masyarakat adat Sai Batin pada umumnya berdomisili didaerah pesisir
lampung, dimulai dari daerah Sekala Beghak, Ranau, pesisir barat (Krui),
Kota Agung (Semaka) dan Kalianda. Sedangkan masyarakat adat Pepadun
berdomisili didaerah bagian tengah dari lampung seperti Abung, Manggala
dan daerah Pubian.
Perbedaan yang mendasar dari dua adat istiadat tersebut adalah
mengenai status dan gelar seorang Raja adat. Bagi adat Sai Batin dalam
setiap generasi (masa/periode) kepemimpinan hanya mengenal satu orang
raja adat yang bergelar Sultan, hal tersebut sesuai dengan istilahnya
yaitu Sai Batin artinya Satu Batin (satu orang junjungan). Seorang Sai
Batin adalah seorang Sultan berdasarkan garis lurus sejak jaman kerajaan
(keratuan) yang pernah ada di lampung sejak dahulu kala dan inilah yang
disebut Sai Batin Paksi, sebagai keturunan langsung dari Keratuan Paksi
Pak Sekala Beghak sejak jaman dahulu sebagai satu-satunya pemilik dan
penguasa adat tertinggi dilingkungan paksi-nya.
Selain Sai Batin Paksi ada juga yang disebut Sai Batin Marga, namun
Sai Batin Marga ini lahir pada saat pemerintahan Belanda tetapi telah
diakui dan disah-kan oleh Sai Batin Paksi sebagai Sultan. Pengakuan dan
pengesahan status Sai Batin Marga oleh Sai Batin Paksi mutlak diperlukan
karena apabila berbicara tentang masalah adat, mau tidak mau, suka atau
tidak suka sumber utamanya adalah dari Paksi Pak sebagai kerajaan yang
ada dan berdiri di Sekala Beghak. Karenanya walaupun dalam pakaian,
peralatan dan sebutan Sai Batin Marga meniru apa yang dipakai oleh Sai
Batin Paksi, namun dalam status kedudukan lebih tinggi Sai Batin Paksi.
Sebaliknya walaupun status kepala adatnya bukan berasal dari kerajaan
yang pernah ada tetapi Sai Batin Marga juga mempunyai wilayah, mempunyai
masyarakat adat yang mengakuinya sebagai pemimpin tertinggi didalam
marga dan berlangsung turun temurun dengan sebutan yang disamakan dengan
Sai Batin Paksi.
Seorang Sai Batin adalah satu-satunya sosok yang dimulyakan didalam
masyarakat adatnya, hal ini tercermin dalam setiap upacara-upacara adat,
perkawinan, sukuran, pemberian gelar adat dan lain-lain upacara.
Seorang Sai Batin berwenang dan berkuasa penuh dikalangan masyarakat
adatnya, dan gelar Sultan (Suttan) adalah hanya satu-satunya untuk
seorang raja adat (Sai Batin).
Didalam budaya masyarakat adat Pepadun juga dikenal kepala-kepala
adat yang disebut Penyimbang dengan gelar Sultan (Suttan), tetapi Sultan
ini dapat juga memberikan gelar Suttan kepada siapa saja dalam
masyarakat adat asalkan dapat memenuhi syarat-syarat, terutama pada saat
penyelenggaraan pesta adat CAKAK PEPADUN (naik pepadun) yang dilakukan
dengan biaya yang besar dan mahal, karenanya didalam satu masyarakat
pepadun, sering kita mendengar bahkan saksikan berpuluh-puluh bahkan
mungkin beratus orang yang bergelar Sultan (Suttan), akan tetapi hal
tersebut tidak identik dengan Penyimbang, karena gelar Sultan (Suttan)
bukanlah status sebagai kepala adat, sehingga sekilas agak susah
membedakannya dengan SIPENYIMBANG tetapi hal tersebut dapat dimaklumi
adalah dalam rangka membesarkan lingkungan masyarakat adatnya yang
secara demokratis memberi kesempatan kepada setiap orang dalam
masyarakat untuk bisa mendapatkan derajat dalam adat dan gelar tertinggi
itu. Sehingga secara positip memacu orang untuk maju, sehingga pada
saatnya kelak akan menempatkan dirinya setarap dan sejajar dengan para
penyimbangnya.
Post a Comment