GuidePedia

0
Muhajir Utomo – Tukang Bungkus Roti Jadi Begawan Pertanian

TERLAHIR sebagai anak seorang petani miskin pada lahan kering kini Muhajir Utomo menjelma menjadi ‘Begawan’ teknologi pengolahan pertanian tanpa olah tanah (TOT) di Indonesia.
TOT merupakan salah satu teknologi revolusioner bidang pertanian yang telah berkembang pesat di seluruh dunia. Untuk Indonesia, Muhajir adalah sang pelopor, baik dalam ranah akademis hingga menjadi kebijakan Nasional pada awal 90-an.

Sebagai anak petani lahan kering di daerah transmigrasi  hingga bisa menggapai karir tertinggi akademik sebagai Guru Besar plus menjabat Rektor Unila dua periode, tentulah tak digapai seorang Muhajir dengan mudah. Bahkan untuk menempuh pendidikan Muhajir kerap menjalani masa sulit.
Saat SMP, misalnya Muhajir kecil harus berjalan kaki meninggalkan desa Sukomulya, tempat tinggalnya, sejauh 12 kilometer lebih menuju Kota Pringsewu. Perjalanan menjelang subuh ini memakan waktu tempuh tiga jam perjalanan. “Saya ditemani tiga lembar blarak sebagai teman perjalanan,” kenangnya.

Ketika meneruskan sekolah di SMAN 1 Bandar Lampung, putra almarhum  Parto Utomo ini mencoba menambah penghasilan untuk biaya sekolah dengan menjadi tukang bungkus roti ‘Koh Aping’ di daerah Kampung Sawah Tanjungkarang. Di tempat kos gratis milik sang kakak, Muhajir pun mencoba mengenal kamera yang juga milik sang kakak. “Saya juga pernah berprofesi sebagai tukang foto keliling atau foto kawinan,” ujarnya.

Jual Tempe
Profesi ini menurutnya banyak membantunya untuk hidup mandiri sebagai mahasiswa Unila. Penghasilannya lumayan bertambah lantaran banyak mahasiswa membutuhkan pas foto. Karena sering berada di ruang cetak foto (dark room) Muhajir terkena penyakit kuning. Berhenti foto Muhajir tak habis akal, bakat seninya dia pergunakan untuk membuat spanduk, relief, bahkan patung.
Ketika menempuh gelar master dan doktoral di Negeri Paman Sam di University of Kentucky juga dilaluinya sebagai periode sulit. Meskipun berbekal beasiswa, Fauzia Hafid Ratu Agung, sang istri, tak memiliki asuransi tatkala ikut dengannya tinggal di Amerika. “Kami mencoba mencari penghasilan tambahan dengan menjual tempe produksi sendiri. Lumayan laris, terutama bagi kaum vegetarian di sana (Amerika),” kata dia.

Menurut Muhajir, keberhasilan dalam pendidikan bukan berdasar pada fasilitas mewah ataupun kurikulum bertaraf internasional yang di gembar-gemborkan pemerintah beberapa tahun terakhir ini.
“Saya pribadi tidak sepakat dengan konsep Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI). Toh saya sendiri merupakan hasil dari pendidikan sekolah biasa dengan konsep kurikulum nasional dan tidak ada label internasionalnya,” kata dia.

Provokasi Ilmiah yang Berhasil
Ilmu tanah ini menjadi pilihan Muhajir Utomo, karena sebagian besar penduduk wilayah lahan kering tergolong miskin. Untuk itu, saat melanjutkan studi, Muhajir memilih ilmu tanah di Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Unila). Hingga dia berhasil meraih gelar master dan doktoral di University of Kentucky Amerika Serikat.

“Sepulang dari Amerika saya memulai penelitian jangka panjang tentang TOT. Sejak saat itu terhitung delapan kali seminar nasional TOT saya gagas, baik di IPB maupun UGM, dengan peran sebagai pembicara utama. Provokasi ilmiah ini berhasil. Kebijakan olah tanah intensif mulai beralih menjadi tanpa olah tanah,” kenangnya.

Layak disebut sebagai ‘Begawan’ karena dalam ranah akademis untuk TOT namanya berada dalam urutan paling atas. Itu sebabnya lulusan Unila ini kerap menjadi pembicara kunci pada berbaga seminar Nasinal maupun Internasional pada bidangnya. Sampai akhirnya dia dikukuhkan menjadi Guru Besar bidang olah tanah.

Konsistensinya pada bidang ilmu tanah juga luar biasa. Bahkan, mungkin satu-satunya peneliti di Indonesia yang memiliki plot penelitian berkelanjutan hingga 24 tahun lamanya. Tepatnya sejak Februari 1987 hingga 2008. Untuk kemudian dia teruskan kembali pada 2010 hingga sekarang.

“Sejatinya TOT merupakan teknologi pertanian yang sudah diterapkan pada berbagai suku bangsa di berbagai belahan dunia pada daerah lahan tropis. Teknologi ini kemudian dikawinkan dengan ilmu pengetahuan modern untuk menjadi best praktice pada bidang pertanian,” kata dia, Kamis (17-1) pagi.

Teknologi ini, kata dia, mampu memugar kesuburan tanah, meningkatkan konservasi air, mengurangi emisi gas rumah kaca, menghemat energi, sekaligus mengurangi kebutuhan tenaga kerja. Dan, tentu saja mampu meningkatkan pendapatan petani secara berkelanjutan. “Untuk menyimpukan hal ini tidak bisa dilihat dalam dua atau tiga tahun penelitian,” kata dia lagi.

Menjawab Tangangan Perubahan Iklim
Secara sederhana Muhajir menjelaskan TOT merupakan teknologi yang berupaya mengkopi paste ekosistem hutan pada lahan pertanian, khususnya lahan kering. “Mengapa di hutan berbagai tanaman tumbuh subur tanpa harus mengolah tanah dengan dibajak ataupun dicangkul. Hal ini karena ekosistenya yang berjalan seimbang,” kata dia.

Yang menarik lagi, pada penelitian lanjutan dia mencoba melihat keunggulan TOT bagian dari sistem olah tanah konservasi sebagai teknologi mitigasi gas rumah kaca. Pengurangan emisi gas rumah kaca menjadi musuh bersama penduduk bumi saat ini, karena berdampak pada perubahan iklim. “TOT ternyata mampu menjawab tantangan perubahan iklim,” ujar Muhajir.

Dengan TOT, kata dia, dapat menurunkan emisi gas rumah kaca yang disebabkan sektor pertanian yang saat ini menyumbang hingga 20 persen. Untuk tanaman jagung misalnya, dengan olah tanah intensif menyebabkan emisi gas CO2 hingga 1,1 ton/ha/musim. Sementara dengan adanya TOT penurunan yang terjadi sangat signifikan hingga 76 persen.

Tak hanya pencegahan di udara, penelitiannya juga berhasil mengungkap dengan penerapan TOT maka jumlah karbon (C) yang dapat terserap dalam tanah mencapai 44 persen lebih tinggi dari olah tanah intensif. “Jika pemerintah SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) mulai menetapkan aksi nasional pengurangan emisi gas rumah kaca dalam menjawab perubahan iklim pada 2011 silam maka pada sektor pertanian untuk tanaman pangan saya sudah punya jawabannya,” kata dia.

Adanya fenomena perubahan iklim maka tantangan pada dunia pertanian akan semakin sulit dibanding periode sebelumnya. Akibat curah hujan tak menentu maka pola tanampun berubah, tak lagi baku seperti zaman dulu. Suplai air menjadi masalah. Belum lagi degradasi unsur hara pada tanah akibat olah tanah intensif yang dilakukan. “Beban sektor pertanian akan menjadi dua kali lipat pada 2040 mendatang,” kata Muhajir Utomo, mengingatkan.

Menurut dia, dengan semakin berkurangnya sumber energi fosil menyebabkan manusia mencari sumber energi baru. Biomasa sebagai sumber energi baru terbaharukan yang bersumber pada tanaman akan menjadi sumber energi utama di masa mendatang. Fungsi pertanian dalam hal pangan sekaligus energi jika tidak disikapi decara bijak akan menjadi dilematis. “Untuk itu, kebijakan strategis pertanian sangat dibutuhkan terutama dalam hal pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Pada level ini TOT semakin penting perannya.”

(ABDUL GAFUR/S-3)
BIODATA
Nama         : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc.
Jabatan     : Guru Besar, IV e
Unit Kerja     : Universitas Lampung
Tempat/Tgl Lahir: Pringsewu, 16 Juli 1950
Agama         : Islam
Status         : Berkeluarga
Istri         : Fauzia Hafid Ratu Agung, S.H.
Anak         :
1. Fasheria Khendia Utomo, S.T.

2. Muhammad Danasha Utomo

3. Dimas Triandanu Utomo
Ayah        : Parto Utomo (Alm.)
Ibu         : Ruwiyah (Alm.)

Pendidikan     :
- SR, Siliwangi, 1962
- SMPN, Pringsewu, 1965
- SMAN 1, Tanjungkarang, 1968
- Sarjana Ilmu Tanah, Universitas Lampung/afiliasi IPB, Telukbetung/Bogor, 1978
- Master Ilmu Pengelolaan Tanah (major) dan Lingkungan (minor), University of Kentucky, USA, 1983
- Doktor (Ph.D.), Ilmu Pengelolaan Tanah dan Lingkungan, University of Kentucky, USA, 1986
Pekerjaan:

1. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Unila (1976-sekarang)
2. Pembantu Dekan I Fakultas Pertanian Unila (1980-1981)
3. Kepala Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Unila (1989-1990)
4. Kepala Balai Penelitian Unila (1990-1993)
5. Ketua Lembaga Penelitian Unila (1993-1997)
6. Dekan Fakultas Teknik Unila (1997-1999)
7. Pjs. Direktur Politeknik Pertanian Unila (Januari-September 1999)
8. Rektor Unila (1998-2007)

Penghargaan:
1. Mahasiswa Teladan I Unila (1976)
2. Gamma Sigma Delta, The Honor Society of Agriculture, University of Kentucky, USA (1983)
3. Dosen Teladan II Unila (1989)
4. International Monsanto Pledge Award in Outstanding Conservation Research (1996)
5. International Scientific Paper Award, URGE-DIKTI (1960)
6. Anugerah Teknologi (Tanpa Olah Tanah) Provinsi Lampung (1997)
7. Penghargaan Teknologi (Tanpa Olah Tanah untuk Pertanian Berkelanjutan) Nasional, Departemen Pertanian Republik Indonesia (1998)
8. Penghargaan Tokoh Pengembangan IPTEK Cindarbumi dari PWI Lampung (1999)
9. Penghargaan Pembangunan Wilayah, Persatuan Insinyur Indonesia (PII) (2003)

Inspirasi, Lampung Post,

Post a Comment

 
Top